Peraturan LKPP No 12 Tahun 2021 Pedoman Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Melalui Penyedia memungkinkan menuntut penyedia secara pidana jika perbuatan penyedia tersebut termasuk dalam perbuatan pidana. Dalam Klausula "Pelanggaran Terhadap Aturan Pengadaan" disebutkan bahwa :
"Peserta yang terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam angka 4.1 di atas dikenakan sanksi ......pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang".
Pada bagian penutup formulir isian kualifikasi, dinyatakan:
Demikian Formulir Isian Kualifikasi ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh rasa tanggung jawab. Jika dikemudian hari ditemui bahwa data/dokumen yang saya sampaikan tidak benar dan ada pemalsuan, maka saya dan badan usaha yang saya wakili bersedia dikenakan sanksi administratif, dikenakan sanksi Daftar Hitam, digugat secara perdata dan/atau dilaporkan secara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan .
Beberapa hal yang dapat membuat Pejabat Penandatangan Kontrak dapat memutuskan Kontrak berdasarkan Peraturan LKPP No 12 Tahun 2021 Pedoman Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Melalui Penyedia adalah :
- melakukan perbuatan yang dilarang, yaitu :
- terbukti melakukan perbuatan yang dilarang pada saat pengadaan barang/ jasa;
- terbukti melakukan perbuatan yang dilarang pada saat pelaksanaan kontrak.
- tidak memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaan, antara lain :
- kemampuan keuangan;
- kemampuan sumber daya manusia;
- kemampuan peralatan;dan
Ketentuan Pidana akibat dilakukan-nya pemutusan kontak penyedia oleh Pejabat Penandatangan Kontrak adalah sebagai berikut :
1. Tindak Pidana atas melakukan perbuatan yang dilarang, antara lain :
-
- berusaha mempengaruhi anggota Pokja Pemilihan dalam bentuk dan cara apapun, untuk memenuhi keinginan peserta yang bertentangan dengan Dokumen Pemilihan dan/atau peraturan perundangundangan;
- melakukan tindakan yang terindikasi persekongkolan dengan Peserta lain untuk mengatur harga penawaran dan/atau hasil Tender, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil/meniadakan persaingan usaha yang sehat dan/atau merugikan pihak lain;
- membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan dalam Dokumen Pemilihan;
- mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Penandatangan Kontrak; dan/atau
- melakukan korupsi, kolusi dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia
Terhadap penyedia yang melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana diatas dapat dituntut dengan perbuatan pidana pasal 15 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 88 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini diatur dalam :
a. UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 15, menyatakan bahwa :
Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 88, menyatakan bahwa :
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan.
2. Sanksi pidana yang timbul karena tidak memiliki kemampuan melaksanakan pekerjaan.
Ketidakmampuan penyedia dalam melaksanakan pekerjaan dapat disebabkan oleh :
-
- kemampuan keuangan;
- kemampuan sumber daya manusia;
- kemampuan peralatan;dan
Ketikdakmampuan penyedia dalam melaksanakan pekerjaan diatas dapat dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana tentang penyampaikan informasi menyampaikan dokumen dan/atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan dalam Dokumen Pemilihan yaitu :
-
- menyampaikan dokumen dan/atau keterangan palsu/tidak benar tentang kemampuan keuangan; dan/atau
- menyampaikan dokumen dan/atau keterangan palsu/tidak benar tentang kemampuan sumber daya manusia;
- menyampaikan dokumen dan/atau keterangan palsu/tidak benar tentang kemampuan peralatan; dan/atau
Bahwa akibat penyampaian dokumen dan/atau keterangan palsu/tidak benar tentang kemampuan-nya dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa mengakibatkan penyedia yang dinyatakan wansprestasi/lalai itu tidak mampu melaksanakan kontrak karena memang tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan kontrak.
Menurut teori Conditio Sine Quanon, bahwa perbuatan harus dianggap sebagai sebab dari suatu akìbat. Bila syarat dari akibat, maka perbuatan itu tidak dapat ditiadakan untuk menimbulkan akibat, maka perbuatan ìtu adalah sebab. Jadi tiap-tiap perbuatan, tiap-tiap masalah dalam rangkaian peristiwa merupakan syarat dan harus dianggap sebagai sebab, sehingga syarat-syarat itu mempunyal nilai yang sama.
Teori Conditio Sine Quanon dapat dilihat dalam diagram dibawah ini :
Dalam flow cart diagram pelaksanaan kontrak, terdapat kemungkinan penyebab penyedia dinyatakan wansprestasi atau lalai, yaitu :
- dinyatakan wansprestasi atau lalai karena melakukan perbuatan yang dilarang baik pada saat pengadaan barang/ jasa maupun pada saat pelaksanaan kontrak;
- dinyatakan wansprestasi atau lalai karena tidak memiliki kemampuan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam kontrak;
- dinyatakan wansprestasi atau lalai karena persyaratan kualifikasi seperti yang dipersyaratkan tidak mungkin untuk melaksanakan kontrak.
Maka dalam hal ini Pejabat Penandatangan Kontrak dalam melakukan pemutusan kontrak harus dengan jelas menyebutkan alasan pemutusan kontrak terhadap penyedia yang dinyatakan lalai tersebut, apabila jika tidak maka akan kemungkinan penyedia yang dinyatakan wansprestasi atau lalai tersebut melakukan tuntutan ganti rugi ke pengadilan.
Apabila pemutusan kontrak dilakukan karena ketidakmampuan yang dimiliki penyedia sebagaimana yang telah diisyaratkan dalam dokumen maupun kontrak maka penyedia dapat dituntut dengan tindak pidana yang diatur dalam :
a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 28 ayat (1) menyatakan:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 263 menyatakan
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
c. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2 ayat (1) menyatakan:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah
Penjelasan Pasal 6 UU No. 30 Th 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korusi bahwa instansi yang berwenang untuk menghitung kerugian keuangan negara termasuk Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara, inspektorat pada Departemen atau Lembaga Pemerintah Non-Departemen
Referensi :
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Peraturan LKPP No 12 Tahun 2021 Pedoman Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Melalui Penyedia
- http://berandahukum.com/a/Peristiwa-Hukum
- http://berandahukum.com/a/Implikasi-Covid19-Sebagai-Force-Majeure-Dalam-Pelaksanaan-Kontrak-Bagi-Pelaku-Usaha
- http://www.bpkp.go.id/