- peristiwa yang tidak terduga;
- tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur;
- tidak ada itikad buruk dari debitur;
- keadaan yang tidak disengaja oleh debitur;
- keadaan itu menghalangi debitur berprestasi;
- jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan;
- keadaan di luar kesalahan debitur;
- debitur tidak melakukan kelalaian untuk berprestasi (menyerahkanbarang);
- kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapa pun (debitur maupunpihak lain);
- debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian
- Putusan MA RI No. 3389 K/PDT/1984 menunjukkan bahwa MA sebenarnya mengakui bahwa munculnya tindakan administratif penguasa yangmenentukan atau mengikat adalah suatu kejadian yang tidak dapat diatasi olehpara pihak dalam perjanjian. Tindakan atau kebijakan dari penguasa dianggap sebagai force majeure dan membebaskan pihak yang terkena dampak dari mengganti kerugian. Tindakan penguasa merupakan force majeure yang bersifat relatif, yang mengakibatkan pelaksanaan prestasi secara normal tidak mungkin dilakukan, atau untuk sementara waktu ditangguhkan sampai ada perubahan kebijakan atau tindakan penguasa yang berpengaruh pada pelaksanaan prestasi.
- Putusan MA RI No. Reg. 24 K/Sip/1958 juga membuktikan bahwa bukan hanya kondisi alam yang merupakan Kuasa Tuhan dan perubahan politik seperti perang yang menjadi ruang lingkup keadaan memaksa, tetapi juga meliputi perubahan kebijakan ekonomi pemerintah yang menjadikan perjanjian sulit untuk dilaksanakan kecuali dengan pengorbanan debitur yang begitu besar. MA dalam kaitan dengan kasus ini beranggapan bahwa peraturan pemerintah yang menjadikan debitur sulit melaksanakan kewajibannya kecuali dengan pengorbanan yang besar merupakan keadaan memaksa.
Referensi :
- Simatupang. Estomihi,"Implikasi COVID19 Sebagai Force Majeure Dalam Pelaksanaan Kontrak", http://berandahukum.com/a/Implikasi-COVID19-Sebagai-Force-Majeure-Dalam-Pelaksanaan-Kontrak, diakses pada tanggal 22 Januari 2022 Pukul 21.48 Wib